Wiwien Wintarto: Mari Menulis Dongeng Berbasis Kearifan Lokal yang Baru dan Segar

 Halo Kawan,

Senin lalu (28/07), aku menghadiri Lokakarya menulis Dongeng Berbasis Kearifan Lokal di Balai Bahasa Jawa Tengah. Acara ini terselenggara berkat kerjasama Forum Sastra Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah dan Satupena Kabupaten Semarang. Oh iya, kini Balai Bahasa Jateng sudah pindah kantor lho. Tadinya, BBJT berlokasi di Banyumanik, Semarang. Kini, BBJT menempati gedung di Jalan Diponegoro, Ungaran, Kabupaten Semarang. Bertetangga nih denganku. Jadi, kalau ada acara literasi bisa langsung melipir ke sana.

Wiwien Wintarto: Mari Menulis Dongeng Berbasis Kearifan Lokal yang Baru dan Segar

Narasumbernya adalah Mas Wiwin Wintarto, penulis produktif asal Magelang yang tinggal di Semarang. Buku-bukunya antara lain Say No To Love (GPU, 2017), The Supper Club (GPU, 2014) dan cerita silat Elang Menoreh: Perjalanan Purwa Kala (Tiga Serangkai, 2018).

 Ya, Mas Wiwien ini penulis serba bisa. Ia jago menulis cerita silat sejarah, hingga cerita remaja seperti teenlit. Ia yang terbiasa di zona nyaman menulis cerita remaja atau young adult, menantang dirinya untuk menulis cerita sejarah. Maka lahirlah Elang Menoreh yang ditulis selama 8 tahun, wow.

Siang itu, Mas Wiwien memaparkan materi dengan santai dan banyak bercandanya. Beliau membuka lokakarya dengan mendongeng asal mula Genuk, nama sebuah wilayah di Semarang. Ceritanya yang lucu sontak membuat kantuk peserta hilang, hehe.

Baca Juga: Rahasia Sukses GLN ala Kak Dira

Menurut James Danandjaja, dongeng adalah suatu cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh empu cerita. Dongeng tidak terikat oleh suatu tempat atau waktu. Sebab dongeng diceritakan untuk menghibur. Menurut Mas Wiwien, dongeng itu adalah cerita yang mengandung tokoh bukan manusia, latar waktunya bukan sekarang dan tempatnya tidak pasti.

Ada beberapa ciri-ciri dongeng, diantaranya:

1.   1.        Disebarkan secara lisan.
2.       Disebarkan untuk waktu yang lama.
3.       Penulisnya bersifat anonim atau tak dikenal.
4.       Terdapat banyak versi.
5.       Bersifat pra logis atau biasanya ceritanya tidak masuk akal atau berupa fantasi.
6.       Cerita milik bersama karena tidak diketahui siapa penulisnya

Wiwien Wintarto: Mari Menulis Dongeng Berbasis Kearifan Lokal yang Baru dan Segar

Dongeng biasanya ditulis untuk berbagai tujuan diantaranya untuk hiburan, pendidikan hingga kritik sosial. Sayangnya, dongeng yang sudah dibacakan turun-temurun ini terkadang sudah usang, tak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan seringkali kisah dan bahasanya tidak menganak dan vulgar.  Untuk itulah, dunia anak zaman sekarang butuh banyak sekali dongeng yang fresh. Lebih bagus lagi jika diangkat dari keadaan sekeliling kita atau mengandung kearifan lokal. Sekaligus melestarikan budaya kita, kan.

Apa sih dongeng berbasis kearifan lokal itu? Menurut Mas Wiwien, kita mengambil ide cerita dongeng berdasarkan hal-hal yang ada di sekitar kita. Banyak hal bisa menjadi ide dongeng dengan kearifan lokal ini. Ide cerita bisa kita ambil dari nama tempat di daerah kita, jenis kuliner, upacara yang diadakan, tokoh yang terkenal di daerah itu dan banyak lagi topik lainnya.

Misalnya saja asal mula Kampung Bustaman yang ternyata diambil dari kampung tempat tinggal Kyai Bustaman, seorang penerjemah bahasa Belanda dan penulis buku di Semarang.

Menulis dongeng yang merupakan kisah khayalan yang tidak benar-benar terjadi tak perlu menggunakan metode yang terlalu teknikal dan saintifik. Ambil hal-hal menarik sekitar kita, jadikan ide cerita dongeng karya kita. Tak apa-apa kita mengarang indah tentang asal mula tahu baxo, misalnya. 

Tips Menulis Dongeng untuk Anak

Menurut penulis 50 an buku ini, inilah saatnya menulis dongeng yang mengandung kebaruan. Jangan melulu menulis dongeng lawas seperti Si Kancil Mencuri Ketimun, Bawang Merah dan Bawah Putih, dan Timun Mas, misalnya. Saatnya membuat dongeng baru yang menghibur anak-anak. Luaskan imajinasi dan ide kalian sebagai penulis. Maksimalkan imajinasimu. Baca buku-buku dongeng dan fantasi atau film fantasi yang banyak untuk memperkaya ide ceritamu, memantik imajinasimu.

Bagaimana cara penulisannya? Cara penulisan dongeng sama seperti penulisan jenis tulisan lainnya. Tapi, kita berusaha menulis dengan ide-ide yang lebih segar dan baru. Perlu diingat, biasanya dongeng berupa fantasi karena ceritanya bukan cerita di kehidupan sehari-hari dan biasanya di luar nalar. Jangan lagi menulis dongeng dengan pembuka berupa pada suatu hari atau pada zaman dulu kala. Hehe. Kalian bisa mengawali dongeng langsung dengan dialog dan aksi yang memikat pembaca.

Baca Juga: Kenal Lebih Dekat dengan Sokat, Penulis Skenario

Topik dongeng yang menganak dan dialami oleh anak, selipkan unsur-unsur yang lucu dan menghibur dalam dongeng untuk anak-anak. Gunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami oleh anak-anak. Menganak, ya. 

Lalu, Hindari cerita yang menggurui karena akan membosankan bagi anak-anak. Anak-anak sudah lelah dinasehati orang dewasa. Jangan sampai, dalam sebuah cerita yang harusnya menyenangkan eh tiba-tiba ada tokoh dewasa yang hobi menasehati dan menyelesaikan masalah yang dihadapi si tokoh utama anak-anak.

Belajarlah dari cerita Harry Potter dkk karya JK. Rowling. Bagaimana Harry dan teman-temannya menghadapi masalah pelik di Hogwarts dan berusaha memecahkan dan mencari solusi masalah mereka sendiri. Tidak pakai bantuan orang dewasa, ya. 

Gunakan kalimat yang singkat dan padat. Jangan bertele-tele. Persingkat jumlah kata yang kita gunakan. Dalam satu kalimat sebaiknya maksimal 10 kata. Atau disesuaikan dengan usia anak. Semakin kecil usia anak, semakin sederhana dan sedikit jumlah kata yang digunakan. 

Kita bisa memodifikasi cerita dongeng yang ada agar lebih fresh. Misalnya kisah Rawa Pening. Ketika Rawa Pening selesai dibangun, apa yang dilakukan oleh tokoh utama? Apakah ia membuka tempat memancing? Atau tempat wisata kuliner? Hehe. Dongeng-dongeng dan cerita rakyat yang ceritanya vulgar dan tak cocok untuk anak pun bisa kita rombak dan revisi lagi agar lebih sesuai untuk dibaca anak-anak. itulah tips dari Mas Wiwien, komplit ya. Sudah siap menulis dongeng kekinian? 

Sumber Foto: Reni Sularsih

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar