Halo Kawan Aksara,
Beberapa waktu lalu, dibuka pendaftaran lomba buku non teks GLN yang diadakan Kemdikbud. Ajang ini selalu diikuti para penulis bacaan anak dari seluruh Indonesia dengan antusias. Nah, salah satu naskah yang dilombakan tahun ini adalah naskah novel untuk jenjang D atau pembaca usia 13-15 tahun. Teh Ary Nilandari, seorang penulis buku anak dan remaja yang sudah senior menjadis salah satu juri jenjang D.
![]() |
Hapus atau Kurangi, Tips Self Editing Naskah ala Teh Ary Nilandari (Foto: Republika) |
Baca Juga: Tips Menulis Esai Reda Gaudiamo
Salah satu yang ingin kubahas di sini adalah kata-kata Teh Ary tentang dialog dalam naskah novel. Dialog berkepanjangan itu memperlambat cerita. Novel kita tidak berlanjut karena tokohnya sibuk mengobrol. Deg. Langsung tertohok aku ketika mendengar wejangan Teh Ary itu. Langsung melek mataku, haha. Soalnya, bab pertamaku ya kebanyakan mengobrol antara dua tokohnya yang baru saja berkenalan. Kupikir, dialognya lucu dan menghibur pembaca tapi ternyata malah membuat novelnya jadi lambat ya? Hiks.
Teh Ary dengan tegas mengingatkan peserta kelas Zoom ini untuk Kurangi atau Hapus
1. Informasi yang tidak penting
Penulis sering tergoda untuk memasukkan berbagai informasi yang dianggapnya bermanfaat untuk pembaca ke naskahnya. Tapi, terkadang kita keasyikan dan naskah kita terlalu padat dan memusingkan untuk pembaca. Ini novel atau ensiklopedi sih? Hehe. Jadi, kurangi atau hapus informasi yang tidak penting untuk pembaca, ya.
2. Dialog berkepanjangan tanpa isi
Dialog berkepanjangan yang tidak ada manfaatnya untuk perkembangan cerita novel kita sebaiknya hapus saja. Apalagi yang isinya tektokan candaan antara tokohnya, ternyata tidak menghibur pembaca tapi membuat mereka bosan. Hiks, baiklah Teh Ary, aku hapus segera!
3. Tokoh yang tidak berkontribusi
Nah, aku jleb lagi di bagian ini karena tokohku tuh banyak dan memang banyak yang tidak bermanfaat untuk kelanjutan ceritaku. Haha. Jadinya, aku bakal mengurangi tokoh-tokoh yang tidak ada dialog dan tidak ada kontribusinya untuk ceritaku biar pembaca tidak bingung ya. Banyak amat tokohnya, kayak buku Mahabrata, hihihi.
4. Deskripsi yang bertele-tele
Seperti dialog yang berkepanjangan, ternyata deskripsi yang bertele-tele tanpa ada dialog juga membosankan pembaca ya! Kita dibuat lelah dengan narasi dan deskripsi penulis yang berparagraf-parag. Jadi? Ya, kurangi atau hapus, Kawan!
5. Adegan yang tidak jelas tujuannya
Nah, ini dia yang banyak kupangkas saat mengedit naskah novelku. Aku membuang adegan-adegan yang tidak jelas manfaatnya untuk perkembangan cerita. Pangkas, pangkas!
Nah, setelah menyimak penjelasan Teh Ary di Zoom kemarin, aku langsung berjibaku mengedit naskah novel anakku. Naskahku panjangnya 56 halaman A4 yang ternyata kepanjangan untuk novel jenjang C atau untuk pembaca usia 10-13 tahun. Hiks.
Oh iya, jangan lupa ya lakukan aksi Kurangi atau Hapus ini setelah kamu menamatkan naskahmu. Jadi, tulis dulu ceritamu sampai selesai barulah kamu melakukan self editing atau mengedit dengan memperhatikan 5 hal tadi. Jangan baru menulis dua bab eh, langsung tangan galat mengedit. Kapan selesainya? Hehe. Sekian dulu tulisanku tentang aksi Kurangi dan Hapus ala Teh Ary Nilandari semoga bermanfaat, ya!
23 Komentar
Novel jenjang D untuk anak usia 13-15 tahun, duh .. pasti ini susah banget. Karena tema anaksudah gak berlaku , dewasa pun belum. Belum pernah bikin juga ..hihi menantang nih .
BalasHapusHah! mbak Dedew menghapus naskah 16 halaman? Wuaaahhh bisa mewek aku mah kalau begitu hihihihi. Ternyata susah juga ya edit tulisan untuk menjadi artikel sempurna dan sesuai kriteria. 5 hal yang disebutkan di atas mesti diperhatikan baik2 dan rela juga menghapus jika dirasa tidak penting.
BalasHapusMenambah wawasan dan ilmu nih tentang self editing. Terima kasih sharing nya mbak.
BalasHapusHmm... kemarin sempat ikut nulis cerpen anak
BalasHapusLumayan lho editornya motong banyak percakapan yang katanya gak penting
Bahkan ada tokoh yang tersebutkan tetapi tidak punya peran meski sedikit
Hmm... bener bener ya kalau nulis tuh kompleks banget ga sekadar ceritanya selesai
Makasih banyak mba Dedew, sangat insightful sekali buat aku si pemula yang punya impian nerbitin novel. Meski saat ini baru beberapa lembar tulisannya.
BalasHapusSetidaknya aku punya bekal nih. Ternyata setelah selesai dan baca ulang, harus tega buat menghapus dan mengurangi di momen editing. Nuhun pisan teteh Teh Ary Nilandari, sangat berfaedah dan daging tinggal diimplementasikan deh. Bismillah.
Daging banget nih tipsnya buat aku yang lagi belajar nulis novel mbak. Ternyata emang banyak hal yang menurut kita penting tapi malah bikin pembaca bosen ya. Baiklah. Aku catat dulu ilmunya biar nggak lupa hehehe
BalasHapusBtw terima kasih sharingnya
Hapus naskah 16 halaman itu bener-bener bisa bikin aku tantrum mbak. Jangankan 16 halaman, bahkan satu halaman aja kadang bikin mikir dua kali lho. Ini aku baru self editing naskah dan kalau dipikir-pikir ya penting-nggak penting, tapi mikirnya tuh bisa lama poll. Kadang apa yang dihapus tuh bisa berpengaruh sama jalan cerita, dan itu bener-bener nggak mudah banget. Harus bener-bener cari sela.. :(
BalasHapusWhoaaa mantuull bangett ini ilmunya mba.
BalasHapusternyata iya juga yha, banyak a
Benerr banget mba Dew
BalasHapus.
kadang sebagai penulis kita masukkan hal2 atau detail yang kurang penting atau "Gak banget" gitu kan.
jadi harus bs self editing
makasih nih teorinya mantap banget
BalasHapussaya pisan baru nulis dikit udah bolak balik edit
haha, kapan selesainya ya...
tapi kedepannya mau banget praktekkan tips dari Ary Nilandari ini
Nah ini nih yang bikin aku gak konsisten dan masih maju mundur nulis novel. Ngerasa kurang yakin entar tulisanku boring nggak ya. Tapi sebenarnya sih kurang baik ya, jadi malah gak mulai2
BalasHapusKebayang gimana itu menghapus dialog atau adegan dalam cerita. Lah wong menghapus jumlah kata di artikel aja kelabakan daku huhu.
BalasHapusMakasih Kak Dew dibagikan ilmunya lewat artikel ini, daku jadi dapat insight yang bervitamin
Kebayang gimana itu menghapus dialog atau adegan dalam cerita. Lah wong menghapus jumlah kata di artikel aja kelabakan daku huhu.
BalasHapusMakasih Kak Dew dibagikan ilmunya lewat artikel ini, daku jadi dapat insight yang bervitamin
Menulis buku itu perjuangannya luar biasa ya mbak. Apalagi misal harus self editing ini, aku sebagai orang yang ga teliti kayaknya susah karna cenderung subjektif
BalasHapusKalau saya kemarin ikut Jenjang B3 Mbake Dew. Saya belum kuat napas jenjang C yang Memang maksimal 40 halaman.
BalasHapusKalau saya menyebut tokoh yang Tidak berkontribusi itu tokoh numpang lewat. Jadi Memang dihapus saja.
Tapi Mbake keren ya langsung sat set revisi naskahnya. Saya masih ngadem di folder laptop hahaha. Saya ga tahu ada kelas keren ini. Nanti ulas lagi hal lain ya Mbake. Jadi say bisa intip belajar hehehe.
Jadi di ingetin lagi nih sama tulisanmu mba, soal editing. Sudah dikasi tahu kalau dua tahap soal nulis itu jangan suka di skip. Nulis ya nulis aja, urusan edit itu nanti setelah itu.
BalasHapusTrus aku tiba-tiba berasa gimana gitu, 16 hal halaman hilang setelah melakukan proses tahap edit. Tapi gimana lagi yak, rumusnya udah gitu. Nulis aja dulu, edit kurangi dan hapus itu belakangan, supaya proses logika dalam menuangkan ide lancar jaya tanpa kehambatan ketakutan dengan kesalahan.
Semangat menulis kitah.
Selesai kan dulu naskah kemudian baru self edit. Jadi reminder saya yang selama ini hapus ketik sebelum naskah selesai. Kalau begini terus naskahnya ga akan selesai-selesai kan ya?
BalasHapusJadi semangat nulis lagi nih mbak
Ah, jadi langkah ini bisa dilakukan SETELAH tulisan kita rampung ya. Kalau masih setengah jadi, nanti malah lama di edit dan potong2. Eh terus ada kemungkinan malah ceritanya jadi kurang ya kalau edit di tengah cerita sebelum semuanya selesai.
BalasHapusTernyata lagi memang ada batasannya ya untuk novel remaja. Bisa dimengerti sih, biar mereka jadi terbiasa baca dan gak terlalu bosan dengan cerita yang kepanjangan. Saran yang oke banget ya dari penulis senior.
Hihihi kyknya tipsnya gak cuma bisa diterapkan di novel remaja tapi semua karya tulis ya mbak. Kadang emang "penyakit" penulis maunya memasukkan semuanya sehingga tulisannya terlihat panjang padahal jadinya bertele2 dan bikin pembaca bosan.
BalasHapusEmang kudu belajar sih cara menulis indah tetapi juga sekaligus efektif gitu ya supaya jelas.
Eleh mbak memangkas 16 halaman? Luar biasa haha. Kebayang tu pas mau hapus kegalauannya yaaa. Aku ngapus satu paragraf aja suka sedih haha :p
Tapi ya itu tadi karena nulis buat pembaca ya kudu tau apa maunya pembaca :D
Ilmu banget, ka Dew..
BalasHapusSeringkali membaca novel atau menonton drama bahkan film, penonton ngerasa itu adegan ga penting, atau karakter yang ga penting mendadak nongol, bikin cerita jadi gak fokus ke tujuan awal.
Memang berat pastinya self editing ini..
Naah itu dia kadang kita suka bingung menganggap semua penting jafi dimasuk masukkin aja. Padahal tidak brgiyu yaa konsepmya...
BalasHapuskadang aku berpikiran kalau naskahnya atau dialog dipanjangin, biar pembaca bisa ngerasain lebih detail, tapi kadang ada kalanya pembaca merasa terlalu panjang ya. Dan bener juga teori ini.
BalasHapusDan mau mangkas beberapa deskripsi atau dialog, seperti sayang gitu, tapi demi naskah yang sat set, kudu tega juga
Self editing emang harus tega yaa, atau kalau ada budgetnya hiring editor professional aja buat ngeditin. Percakapan yang bertele-tele itu maksudnya percakapan pingpong gitu, Mbak? Tapi emang bener gak selamanya 'show don't tell' karena kalau kepanjangan malah eneg bacanya.
BalasHapus